Abdullah bin Mas’ud
,Tak berapa lama setelah memeluk Islam, Abdullah bin Mas’ud
mendatangi Rasulullah dan memohon kepada beliau agar diterima menjadi pelayan
beliau. Rasulullah pun menyetujuinya.
Sejak hari itu, Abdullah bin Mas’ud tinggal di rumah Rasulullah.
Dia beralih pekerjaan dari penggembala domba menjadi pelayan utusan Allah dan
pemimpin umat. Abdullah bin Mas’ud senantiasa mendampingi Rasulullah bagaikan
layang-layang dan benangnya. Dia selalu menyertai kemana pun beliau pergi.
Dia membangunkan Rasulullah untuk shalat bila beliau tertidur,
menyediakan air untuk mandi, mengambilkan terompah apabila beliau hendak pergi
dan membenahinya apabila beliau pulang. Dia membawakan tongkat dan siwak
Rasulullah, menutupkan pintu kamar apabila beliau hendak tidur.
Bahkan Rasulullah mengizinkan Abdullah memasuki kamar beliau
jika perlu. Beliau memercayakan kepadanya hal-hal yang rahasia, tanpa khawatir
rahasia tersebut akan terbuka. Karenanya, Abdullah bin Mas’ud dijuluki orang
dengan sebutan “Shahibus Sirri Rasulullah” (pemegang rahasia Rasulullah).
Abdullah bin Mas’ud dibesarkan dan dididik dengan sempurna dalam
rumah tangga Rasulullah. Karena itu tidak kalau dia menjadi seorang yang
terpelajar, berakhlak tinggi, sesuai dengan karakter dan sifat-sifat yang
dicontohkan Rasulullah kepadanya. Sampai-sampai orang mengatakan, karakter dan
akhlak Abdullah bin Mas’ud paling mirip dengan akhlak Rasulullah.
Abdullah bin Mas’ud pernah berkata tentang pengetahuannya
mengenai Kitabullah (Al-Qur’an) sebagai berikut, “Demi Allah, yang tiada Tuhan
selain Dia. Tidak ada satu ayat pun dalam Al-Qur’an, melainkan aku tahu di mana
dan dalam situasi bagaimana diturunkan. Seandainya ada orang yang lebih tahu
daripada aku, niscaya aku datang belajar kepadanya.”
Abdullah bin Mas’ud tidak berlebihan dengan ucapannya itu. Kisah
Umar bin Al-Khathab berikut memperkuat ucapannya. Pada suatu malam, Khalifah
Umar sedang dalam perjalanan, ia bertemu dengan sebuah kabilah. Malam sangat
gelap bagai tertutup tenda, menutupi pandangan setiap pengendara. Abdullah bin
Mas’ud berada dalam kabilah tersebut. Khalifah Umar memerintahkan seorang
pengawal agar menanyai kabilah.
“Hai kabilah, dari mana kalian?” teriak pengawal.
“Min fajjil ‘amiq (dari lembah nan dalam),” jawab Abdullah.
“Hendak kemana kalian?”
“Ke Baitu Atiq (rumah tua, Ka’bah),” jawab Abdullah.
“Di antara mereka pasti ada orang alim,” kata Umar.
Kemudian diperintahkannya pula menanyakan, “Ayat Al-Qur’an manakah
yang paling ampuh?”
Abdullah menjawab, “Allah, tiada Tuhan selain Dia, Yang Maha
Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya) tidak mengantuk dan tidak
pula tidur…” (QS Al-Baqarah: 255).
“Tanyakan pula kepada mereka, ayat Al-Qur’an manakah yang lebih
kuat hukumnya?” kata Umar memerintah.
Abdullah menjawab, “Sesungguhnya Allah memerintah kamu berlaku
adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang
kamu dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS An-Nahl: 9).
“Tanyakan kepada mereka, ayat Al-Qur’an manakah yang mencakup
semuanya!” perintah Umar.
Abdullah menjawab, “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan
walaupun seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barangsiapa
mengerjakan kejahatan walaupun sebesar dzarrah, niscaya dia akan melihat
balasannya pula.” (QS Al-Zalzalah: 8).
Demikian seterusnya, ketika Umar memerintahkan pengawal untuk
bertanya tentang Al-Qur’an, Abdullah bin Mas’ud langsung menjawabnya dengan
tegas dan tepat. Hingga pada akhirnya Khalifah Umar bertanya, “Adakah dalam
kabilah kalian Abdullah bin Mas’ud?”
Jawab mereka, “Ya, ada!”
Abdullah bin Mas’ud bukan hanya sekedar qari’ (ahli baca
Al-Qur’an) terbaik, atau seorang yang sangat alim atau zuhud, namun ia juga
seorang pemberani, kuat dan teliti. Bahkan dia seorang pejuang (mujahid)
terkemuka. Dia tercatat sebagai Muslim pertama yang mengumandangkan Al-Qur’an
dengan suara merdu dan lantang.
Pada suatu hari para sahabat Rasulullah berkumpul di Makkah.
Mereka berkata, “Demi Allah, kaum Quraisy belum pernah mendengar ayat-ayat
Al-Qur’an yang kita baca di hadapan mereka dengan suara keras. Siapa kira-kira
yang dapat membacakannya kepada mereka?”
“Aku sanggup membacakannya kepada mereka dengan suara keras,”
kata Abdullah.
“Tidak, jangan kamu! Kami khawatir kalau kamu membacakannya.
Hendaknya seseorang yang punya keluarga yang dapat membela dan melindunginya
dari penganiayaan kaum Quraisy,” jawab mereka.
“Biarlah, aku saja. Allah pasti melindungiku,” kata Abdullah tak
gentar.
Keesokan harinya, kira-kira waktu Dhuha, ketika kaum Quraisy
sedang duduk-duduk di sekitar Ka’Baha Ad-Daulah. Abdullah bin Mas’ud berdiri di
Maqam Ibrahim, lalu dengan suara lantang dan merdu dibacanya surah Ar-Rahman
ayat 1-4.
Bacaan Abdullah yang merdu dan lantang itu kedengaran oleh kaum
Quraisy di sekitar Ka’bah. Mereka terkesima saat mendengar dan merenungkan
ayat-ayat Allah yang dibaca Abdullah. Kemudian mereka bertanya, “Apakah yang
dibaca oleh Ibnu Ummi Abd (Abdullah bin Mas’ud)?”
“Sialan, dia membaca ayat-ayat yang dibawa Muhammad!” kata
mereka begitu tersadar. Lalu mereka berdiri serentak dan memukuli Abdullah.
Namun Abdullah bin Mas’ud meneruskan bacaannya hingga akhir surah. Ia lalu
pulang menemui para sahabat dengan muka babak belur dan berdarah.
“Inilah yang kami khawatirkan terhadapmu,” kata mereka.
“Demi Allah, kata Abdullah, “Bahkan sekarang musuh-musuh Allah
itu semakin kecil di mataku. Jika kalian menghendaki, besok pagi aku akan baca
lagi di hadapan mereka.”
Abdullah bin Mas’ud hidup hingga masa Khalifah Utsman bin Affan
memerintah. Ketika ia hampir meninggal dunia, Khalifah Utsman datang
menjenguknya. “Sakit apakah yang kau rasakan, wahai Abdullah?” tanya khalifah.
“Dosa-dosaku,” jawab Abdullah.
“Apa yang kau inginkan?”
“Rahmat Tuhanku.”
“Tidakkah kau ingin supaya kusuruh orang membawa gaji-gajimu
yang tidak pernah kau ambil selama beberapa tahun?” tanya Khalifah.
“Aku tidak membutuhkannya,” kata Abdullah.
“Bukankah kau mempunyai anak-anak yang harus hidup layak
sepeninggalmu?” tanya Utsman.
“Aku tidak khawatir, jawab Abdullah, “Aku menyuruh mereka
membaca surah Al-Waqi’ah setiap malam. Karena aku mendengar Rasulullah
bersabda, “Barangsiapa yang membaca surah Al-Waqi’ah setiap malam, dia tidak
akan ditimpa kemiskinan selama-lamanya!”
Pada suatu malam yang hening, Abdullah bin Mas’ud pun berangkat
menghadap Tuhannya dengan tenang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar